Jumat, 15 Oktober 2010

Nama      : Rozabin Aulia Firda

TTL         : Kediri, 7 Januari 1993

Motto      : Alam lestari, Negeri Beseri
»»  READMORE...


Nama      : Desepta Isna Ulumi

TTL         : 19 Desember 1992

Motto      : Nyawa mereka seperti kita. Stop perburuan liarrrrrrrrr!!!!
»»  READMORE...
Nama    : Alfina Mahya U

TTL      : 14 Oktober 1993

Motto   : pecintasatwa. . .fIgHtInG . .! ! !
»»  READMORE...

Merak yang Hampir Punah

Teman-teman pecintasatwa. . dalam bahasan kali ini kita akan membahas tentang burung merak yang semakin lama semakin punah. . .Merak adalah keluarga Pavo Cristatus dan dapat ditemukan di hutan. Populasi Merak Biru tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput di India, Pakistan, Sri Lanka, Nepal dan Bhutan. Sebelumnya spesies ini ditemukan juga di Bangladesh, namun sekarang kemungkinan besar telah punah di sana.
Kata merak sebenarnya mengacu pada burung laki-laki (peafowls), sementara perempuan adalah peahens, dan yang muda adalah peachicks.
Burung merak adalah salah satu jenis burung terbesar. Mereka menarik perhatian orang di seluruh dunia. Burung megah ini tidak bermigrasi. Merak terutama dibagi menjadi tiga kategori yang paling umum di antara mereka adalah Merak Biru, Merak Hijau, Merak Putih.
Ketika banyak orang mendengar tentang merak, hal pertama yang terlintas dalam pikiran adalah warna yang indah dari bulu burung ini. Biru, hijau, emas, dan penampilan dari apa yang tampak seperti mata, tepat di tengah beberapa bulu, adalah kelebihan dari burung ini. Mereka juga memiliki lambang, atau mahkota, di atas kepala mereka, membuat mereka terlihat lebih anggun. Paruh burung-burung merak memiliki rata-rata panjang satu inci. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya tidak mengilap, berwarna coklat kehijauan dengan garis-garis hitam dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung muda seperti Merak betina.
Merak jantan adalah poligami spesies, mempunyai pasangan lebih dari satu. Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu ekornya di depan burung betina. Bulu-bulu penutup ekor dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata berwarna biru. Burung betina biasanya menetaskan tiga sampai enam butir telur.

Mitologi Merak
Merak adalah omnivora, makan rumput dan biji-bijian serta ular dan kadal kecil juga. Di India, burung merak yang terkait mitologi Yunani ini ‘eyespots’ itu dikatakan sebagai mata ratus Argos raksasa. Ketika musim hujan datang, merak, menari dalam hujan, memikat semua dengan bulu yang elegan, membentuk tampilan yang spektakuler.Merak itu asli Asia lho, Merak yang sekarang dapat ditemukan di hampir setiap benua, termasuk Asia, Afrika, Amerika Utara dan Eropa. Mereka telah dipelihara di banyak bagian dari bagian-bagian. Sebelumnya merak dibiakkan untuk makanan tetapi sekarang telah dilarang di India.
Seekor merak betina dapat bertelur hanya sekali setahun, atau beberapa kali setahun. Merak betina akan meletakkan telur lebih banyak, lebih sering, jadi jauhkan kebisingan dan aktivitas di sekitar sarang, jika ingin memiliki merak yang menetaskan telur juga.
Seekor merak betina akan meninggalkan sarang jika ia merasa bahwa terlalu banyak keributan yang terjadi. Juga, ingatlah bahwa sarang telur akan menjadi menarik bagi binatang seperti rakun dan musang. Satu rakun dapat menghancurkan sarang merak betina dan telurnya dalam waktu yang sangat singkat.

Udah dulu ya teman artikelnya. . .
Maafkan ya kalau ada kata-kata yang salah. . .
Fighting. . . ! ! !
»»  READMORE...

burung kutilang


Ah~nyung guys. . . kali ini kita akan membahas burung kutilang. Burung Kutilang atau Kutilang adalah sejenis burung pengicau dari suku Pycnonotidae. Orang Sunda menyebutnya cangkurileung, orang Jawa menamainya ketilang atau genthilang, mengikuti bunyi suaranya yang khas. Dalam bahasa Inggris burung ini disebut Sooty-headed Bulbul, sementara nama ilmiahnya adalah Pycnonotus aurigaster; mengacu pada bulu-bulu di sekitar pantatnya yang berwarna jingga.
Burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 20 cm. Sisi atas tubuh (punggung, ekor) berwarna coklat kelabu, sisi bawah (tenggorokan, leher, dada dan perut) putih keabu-abuan. Bagian atas kepala, mulai dari dahi, topi dan jambul, berwarna hitam. Tungging (di muka ekor) nampak jelas berwarna putih, serta penutup pantat berwarna jingga. Iris mata berwarna merah, paruh dan kaki hitam.
Burung kutilang kerap mengunjungi tempat-tempat terbuka, tepi jalan, kebun, pekarangan, semak belukar dan hutan sekunder, sampai dengan ketinggian sekitar 1.600 m dpl. Sering pula ditemukan hidup meliar di taman dan halaman-halaman rumah di perkotaan. Burung kutilang acapkali berkelompok, baik ketika mencari makanan maupun bertengger, dengan jenisnya sendiri maupun dengan jenis merbah yang lain, atau bahkan dengan jenis burung yang lain.
Seperti umumnya merbah, makanan burung ini terutama adalah buah-buahan yang lunak. Burung kutilang sering menjengkelkan petani karena kerap melubangi buah pepaya dan pisang yang telah masak di kebun. Namun sebaliknya burung ini menguntungkan petani karena juga memangsa pelbagai jenis serangga, ulat dan aneka hewan kecil lainnya yang menjadi hama tanaman.
Kelompok burung ini acap terbang dengan ribut, berbunyi nyaring cuk, cuk, ..! ; atau bersiul berirama yang terdengar seperti ke-ti-lang.. ke-ti-lang.. berulang-ulang di atas tenggerannya sejak menjelang subuh sampai sore hari dan memang biasa berisik pada saat matahari terbit dan menjelang matahari terbenam. Burung kutilang sangat menyukai air untuk mandi maupun minum. Karena jenis makanannya dan sering minum, burung kutilang tergolong burung yang sering membuang kotoran. Ketika membuang kotoran biasanya pantatnya akan manggut-manggut dari atas ke bawah.
Sampai disini aja ya teman artikelnya. . .
Kalau ada salah dalam penulisan mohon dimaafkan ya. . .

»»  READMORE...

Setelah Gurita, Burung Parkit pun Ikut Meramal


Hai teman-teman pecintasatwa. . .
Kalian tau kan pastinya tentang gurita paul. . .
Itu lho...yang meramalkan pemenang setiap pertandingan dalam Piala Dunia 2010, tapi kali ini yang kita bahas bukan gurita Paul, tapi kita akan membahas tentang burung parkit di Singapura yang juga pernah memprediksikan hal yang sama dengan Gurita Paul. . . Menurut laporan asianage, parkit ini bernama Mani. Jika Paul memilih La Furia Roja sebagai pemenang di partai puncak Senin dini hari (WIB) itu, Mani justru menunjuk Tim Oranye.
Lalu, menurut Channel News Asia, sebelumnya Mani dijadikan acuan taruhan di laga perempat-final dan final Mani bagi masyarakat sekitar. Sedangkan pemilik Mani bernama Muniyapan, seorang warga Singapura keturunan India. Laporan ini menyebutkan Mani pun kerap meramal hal-hal lain dan setelah popularitasnya bertambah, dalam satu jam Muniyapan punya 10 pelanggan, jauh dibandingkan sebelum Mani ‘main’ di Piala Dunia yang butuh sehari penuh untuk mendapat jumlah tadi.
Sayangnya. . . tak disebutkan bagaimana cara Mani melakukan aksi meramalnya serta alat bantu yang digunakan. Sekian ya teman-teman. . .
Cuma ini yang kita tahu teman. . .
Maafkan ya kalau ada salah kata. . .
Pecintasatwa. . fighting. . ! ! !
»»  READMORE...

Ribuan Nuri dan Kakatua Diselundupkan ke Filipina


Haaiii temand – temanddd,,,,,
Ada kabar buruk lagi yang musti kita denger,,,,,
Siap mendengarkannn,,,, ???
Yapzzzz, ternyata... Setiap tahun, sekitar 10.000 ekor burung langka jenis paruh bengkok, antara lain nuri dan kakatua, diselundupkan ke Filipina. Burung-burung tersebut diduga ditangkap dari kawasan Halmahera Utara dan Sulawesi Utara, Provinsi Maluku Utara.
“Sekitar 41 persen burung yang ditangkap dari Halmahera diselundupkan ke Filipina lewat perdagangan di tengah laut, dengan perahu nelayan dan kapal boat pribadi,” kata pak  R.Tri Prayudhi,beliau  seorang penggiat LSM lingkungan ProFauna Indonesia di Jakarta. Data tersebut diungkapkan dalam laporan investigasi terbaru berjudul “Pirated Parrot”, yang menginvestigasi perdagangan burung paruh bengkok di Kepulauan Talaud, Halmahera Utara, dan Filipina pada periode Juni-September 2007.
Menurut temuan ProFauna, burung-burung paruh bengkok Indonesia terutama yang berasal dari Pulau Halmahera, Maluku Utara, banyak diselundupkan ke Filipina lewat pelabuhan di Desa Pelita, Kecamatan Galela, Halmahera Utara. Jenis burung yang paling sering diselundupkan ke Filipina yakni kaka tua putih (Cacatua alba), Kesturi Ternate (Lorius garrulus), bayan (Eclectus roratus), dan nuri kalung ungu (Eos squamata).
“Penyelundupan burung paruh bengkok ke Filipina ini melanggar ketentuan CITES (Konvensi Internasional tentang Perdagangan Spesies Terancam Punah), yang telah diratifikasi Indonesia sejak 1978,” kata pak Tri lagi. Semua jenis burung paruh bengkok adalah spesies yang termasuk dalam appendix II, yang boleh diperdagangkan asalkan spesies itu hasil penangkaran alias bukan hasil tangkapan langsung dari alam.
Pada kenyataannya, penangkapan masih saja terjadi, dan Departemen Kehutanan pun masih mengizinkan kuota tangkap. ProFauna mencatat, di tingkat penangkap, burung bayan dihargai Rp60.000 per ekor. Saat dijual di Surabaya, harganya menjadi Rp600.000, dan ketika sampai di Filipina dijual dengan harga Rp1 juta.
“Bila kita hitung 10.000 burung diselundupkan ke Filipina semua dengan harga 1 juta rupiah, maka negara Indonesia dirugikan 10 miliar rupiah per tahun,” kata Tri.
Haaaaaaaaa,,,,, sangat mengenaskan sekali apa yang terjadi dengan semua kehidupan di negara Indonesia ini yaaaa,,,,,,, What must we do temand – temand ?????
Mari kita pikirkan sama – sama dan SEGERA BERTINDAK !!!!!
»»  READMORE...

Kakak Tua


Bangsa kita ini memang ada perasaan tak bersyukur…. Kekayaan alam yang melimpah ruah di seantero negeri hanya dibuang eceran. Diburu, ditembak, dijual, diselundupkan, dll. Ada yang terbunuh tanpa makna.
Sungguh ini adalah perusakan alam saudara – saudara !!!!. Bukankah kita dilarang untuk membuat kerusakan di muka bumi…???
Ingatlah .. suatu saat kekayaan alam kita bisa saja diangkat oleh Yang Maha Memberi.
Perburuan Liar Ancam Populasi Kakatua Seram
Temand – temand,,,, ane kasi tau yeee,,,
Populasi burung kakatua Seram (Cacatua moluccensis) di Taman Nasional Manusela terus menurun akibat perburuan liar. Satwa endemik di Pulau Seram, Provinsi Maluku itu diperkirakan tinggal 400 ekor dari 1.000 ekor pada akhir 1990-an. Kakatua berbulu putih dengan jambul oranye ini dijual ke Ambon, Bali dan Jakarta.
Lebih parahnya lagi, perburuan liar juga mengancam satwa liar lainnya seperti nuri raja (Alisterus amboinensis), nuri kepala hitam (Lorius domicella), rusa ( Cervus timorensis moluccensis) dan kasuari (Casuarius casuarius).
Katanya Pak Supriyanto, Kepala Balai Taman Nasional Manusela, perburuan liar merupakan ancaman utama bagi kakatua Seram. Para pemburu sebagian besar justru masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Mereka menggunakan alat-alat berburu tradisional seperti jerat dan jebakan burung. “Perburuan kakatua masih banyak dilakukan di desa-desa terpencil. Para pemburu biasanya berjalan kaki, 3 hari hingga 4 hari untuk berburu,” said Supriyanto. < “said” = “katanye”>
Berdasarkan penelusuran in Ambon, kakatua Seram biasa dijual sekitar Rp 500 ribu per ekor. Kakatua dibawa ke Ambon dengan menumpang kapal-kapal pelayaran rakyat yang sandar di pelabuhan Slamet Riyadi. Pengawasan terhadap perdagangan satwa liar di Ambon oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam masih sangat longgar. Masyarakat leluasa membawa satwa dilindungi itu tanpa halangan petugas.
Perburuan liar, lanjut Mr.Supriyanto, terus menurunkan populasi burung endemik di Pulau Seram itu. Saat ini, perlu saudara – saudara ketahui,,,, hanya ada sekitar 400 ekor kakatua Seram yang tersebar di Sawai, Masihulan dan Wahai. Populasi di sekitar lokasi ekowisata Teluk Sawai dan Masihulan diperkirakan sekitar 100 ekor.
Populasi kakatua di lokasi itu relatif terjaga because ada Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) yang melibatkan peran masyarakat lokal. Satwa liar yang berhasil diselamatkan dari perburuan maupun perdagangan liar direhabilitasi di PRS sebelum dilepas ke habitat aslinya.
Mr.Supriyanto bilang lagiiii, PRS mempekerjakan para mantan pemburu satwa sebagai karyawan. Mantan – mantan pemburu itu, kini menjadi pelindungi hutan yang menjadi habitat satwa liar. Kegiatan itu mampu menekan perburuan satwa liar yang sempat marak di Sawai dan Masihulan. Masyarakat di sekitar Sawai dan Masihulan juga dibina untuk mengelola desa ekowisata.
Kegiatan andalan adalah pengamatan burung dari menara setinggi 25 meter, pendakian, penelusuran goa dan menyelam. Di teluk Sawai yang jernih dengan terumbu karang yang indah juga ada penginapan terapung untuk para wisatawan.
“Kita berusaha mengembangan ekowisata ini supaya masyarakat memperoleh penghasilan, sehingga meninggalkan perburuan satwa liar. Saat ini, kunjungan wisata masih sedikit, sekitar 150 turis asing setiap tahun,” ujar Supriyanto.
Taman Nasional Manusela ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 281/Kpts-IV/1997. Kawasan konservasi seluas 189.000 hektar ini merupakan gabungan Cagar Alam Wai Nua dan Cagar Alam Wai Mual. Taman nasional ini memiliki keanekaragaman hayati 241 jenis pohon, 120 jenis paku-pakuan, 100 jenis lumut, 96 jenis anggrek, 196 jenis aves, 24 mamalia, 200 jenis kumbang, 90 jenis kupu-kupu 46 jenis reptil , 19 jenis ikan air tawar dan 8 jenis ampibi. Heeemmmmh tinggal sedikit kan jumlah keaneka ragaman hayati nyaaaa,,,,,
So, jangan di buruterus! Jangan di habiskan ! Nanti anak cucu kita gak tau yang namanya burung kakak tua itu yang gimana???? Repot kan jadinya,,,,,,???
»»  READMORE...

Nuri Sayap Hitam

Nuri…………… Pasti semua sudah pada dengar Burung yang satu ini,,, Burung kecil nan cantik.
Nuri sayap hitam atau Nuri merah Biak, yang dalam nama ilmiahnya Eos cyanogenia adalah sejenis nuri berukuran sedang, dengan panjang sekitar 30cm, dari suku Psittacidae. Burung nuri ini mempunyai bulu berwarna merah cerah, bercak ungu di sekitar telinga, paruh merah kekuningan, punggung hitam dan mempunyai iris mata berwarna merah. Burung jantan dan betina serupa.
Endemik Indonesia, Nuri Sayap-hitam hanya ditemukan di habitat hutan di pesisir pulau Biak dan pulau-pulau di Teluk Cenderawasih, Papua. Spesies ini sering ditemukan dan bersarang di perkebunan kelapa.
Dikarenakan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas, Nuri Sayap-hitam dievaluasikan sebagai Rentan di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.
»»  READMORE...

Setelah Gurita, Burung Parkit pun Ikut Meramal


Hai teman-teman pecintasatwa. . .
Kalian tau kan pastinya tentang gurita paul. . .
Itu lho...yang meramalkan pemenang setiap pertandingan dalam Piala Dunia 2010, tapi kali ini yang kita bahas bukan gurita Paul, tapi kita akan membahas tentang burung parkit di Singapura yang juga pernah memprediksikan hal yang sama dengan Gurita Paul. . . Menurut laporan asianage, parkit ini bernama Mani. Jika Paul memilih La Furia Roja sebagai pemenang di partai puncak Senin dini hari (WIB) itu, Mani justru menunjuk Tim Oranye.
Lalu, menurut Channel News Asia, sebelumnya Mani dijadikan acuan taruhan di laga perempat-final dan final Mani bagi masyarakat sekitar. Sedangkan pemilik Mani bernama Muniyapan, seorang warga Singapura keturunan India. Laporan ini menyebutkan Mani pun kerap meramal hal-hal lain dan setelah popularitasnya bertambah, dalam satu jam Muniyapan punya 10 pelanggan, jauh dibandingkan sebelum Mani ‘main’ di Piala Dunia yang butuh sehari penuh untuk mendapat jumlah tadi.
Sayangnya. . . tak disebutkan bagaimana cara Mani melakukan aksi meramalnya serta alat bantu yang digunakan. Sekian ya teman-teman. . .
Cuma ini yang kita tahu teman. . .
Maafkan ya kalau ada salah kata. . .
Pecintasatwa. . fighting. . ! ! !
»»  READMORE...

Kamis, 14 Oktober 2010

Jalak Bali Nyaris Punah Di Habitat Asli

Hai… pecinta burung…
Pernah ke Bali?? Hahhahay… Bali selain terkenal dengan daerah wisata ternyata Bali juga terkenal dengan Jalak Balinya juga lho!!! Biar akrab dengan burung satu ini,,, maka kalian harus tahu tentang seluk beluk Jalak Bali.
 Bali (Leucopsar rothschildi) atau disebut juga Curik Bali adalah sejenis burung sedang dengan panjang lebih kurang 25 cm. Burung pengicau berwarna putih ini merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Pulau Bali bagian barat. Burung ini juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991, satwa yang masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya ini dinobatkan sebagai fauna identitas (maskot) provinsi Bali.
Burung Jalak Bali ini mudah dikenali dengan ciri-ciri khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Jalak Bali memiliki pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Antara burung jantan dan betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa yang secara hidupan liar (di habitat aslinya) populasinya amat langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan jumlah spesies ini yang masih mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar belasan ekor saja.
Karena itu, Jalak Bali memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).
Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of  Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam kategori “kritis” (Critically Endangered) yang merupakan status konservasi yang diberikan terhadap spesies yang memiliki risiko besar akan menjadi punah di alam liar atau akan sepenuhnya punah dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di habitat aslinya disebabkan oleh deforestasi (penggundulan hutan) dan perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39 ekor Jalak Bali yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat, di rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan satwa yang terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan, telah didirikan pusat penangkaran yang salah satunya berada di Buleleng, Bali sejak 1995. Selain itu sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia juga menjalankan program penangkaran Jalak Bali. Tetapi tetap muncul sebuah tanya di hati kita; mungkinkah beberapa tahun ke depan kita hanya akan menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik sangkar-sangkar kebun binatang. Suatu hal yang ironis, melihat sebuah maskot yang harus dikurung dalam kerangkeng besi.
Klasifikasi Ilmiah : Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata, Ordo: Aves, Famili: Sturnidae, Species: Leucopsar rothschildi.
    MULAI SAAT INI, DETIK INI, MARI KITA JAGA ALAM INI!!!
»»  READMORE...

Kakak Tua Putih

Hai hai hai,,,,, Kami datang lagiiiii,,,,,,,
Tapi sayangnya kita tetap masih membawa berita tidak mengenakkan. Okelah this is the newsss,,,,,,
    Maraknya perdagangan Burung Kakatua Putih (Cacatua alba) mengancam kelestarian burung endemik Provinsi Maluku Utara itu. Sejak tahun 2002, sedikitnya 3.300 ekor Kakatua Putih yang ditangkap dari habitat liarnya di Pulau Halmahera untuk diperdagangkan. Kakatua Putih diperdagangkan di sejumlah pasar burung di Jakarta, Surabaya, dan Filipina.
    Hal itu disampaikan Parrot Campaign Officer ProFauna Indonesia, R Tri Prayudhi, dalam Rapat Kerja Upaya Perlindungan Burung Kakatua Putih di Ternate, Selasa (8/4). “Selain terancam punah karena maraknya perdagangan satwa liar, Kakatua Putih juga terancam oleh degradasi hutan hutan. Baik pembukaan hutan untuk pertanian maupun kegiatan pertambangan,” kata Tri.
    Kakatua Putih adalah burung endemik, hanya ditemukan di Pulau Halmahera, Bacan, Ternate, Tidore, Kasiruta, dan Mandiole. Menurut Tri, pada 1980 luasan hutan di keenam pulau tersebut masih 90 persen dari luas daratannya.
    “Saat ini, luasan hutan tinggal 59 persen dari total luas daratan. Jumlah populasi total Kakatua Putih di keenam pulau itu pada tahun 1992 diperkirakan antara 42.545 – 183.129 ekor,” kata pak Tri.
Selain menjadi habitat Kakatua Putih, Maluku Utara juga menjadi habitat dari sejumlah burung paruh bengkok yang sebarannya terbatas. Burung paruh bengkok yang sebarannya terbatas dan memiliki habitat di Maluku Utara itu antara lain Nuri Kalung Ungu (Eos squamata), Bayan (Eclectus roratus), dan Kasturi Ternate (Lorius garulus).
    Perburuan untuk perdagangan Kakatua Putih, Nuri Kalung Ungu, Bayan, dan Kasturi Ternate paling marak terjadi di Kabupaten Halmahera Utara.
    “Di Tobelo, Halmahera Utara, terdapat penampung burung paruh bengkok yang ditangkap dengan jaring atau getah. Setelah ditangkap, Kakatua Putih biasanya dicuci dengan sabun detergen, sehingga bulunya benar-benar putih. Setelah itu diperdagangkan,” kata pak Tri.
    Dari investigasi perdagangan satwa liar ProFauna dan RSPCA pada tahun 2007, ditemukan 9.760 burung paruh bengkok yang diperdagangkan di Jakarta, Surabaya, dan Filiphina. “Di Jakarta, burung paruh bengkok diperdagangkan di Pasar Burung Pramuka, Pasar Burung Barito, dan Pasar Burung Jatinegara. Di Surabaya burung paruh bengkok diperdagangkan di Pasar Turi, Pasar Bratang, dan Pasar Kupang. Sekitar 4.000 burung paruh bengkok diperdagangkan ke Filipina, dibawa keluar Indonesia melalui Tobelo dan Sanger,” kata pak Tri lagi.
    Dari investasi yang sama, diketahui bahwa permintaan Kakatua Putih di sejumlah pasar burung di Jawa dan Bali semakin meningkat. “Pada tahun 2006, permintaan burung Kakatua Putih hanya mencapai 108 ekor. Tahun 2007, jumlah permintaan burung di pasar yang sama naik menjadi 120 ekor. Kuota penangkapan Kakatua Putih yang ditetapkan pemerintah tidak efektif, sementara permintaan pasar terus meningkat. Itu mengapa Kakatua Putih harus ditetapkan sebagai satwa dilindungi,” kata Tri lagi.
    Dekan Fakultas Pertanian Universitas Khairun Ternate, Ir Suryati Tjokrodiningrat MSi, berpendapat perburuan Kakatua Putih terjadi karena ada permintaan dari pasar. “Pemerintah pernah menetapkan kuota penangkapan 10 ekor indukan untuk penangkaran, akan tetapi perburuan tetap terjadi. Jika perburuan liar tetap terjadi, berarti penangkaran gagal.
    Jika burung itu bisa ditangkarkan oleh masyarakat, tentunya ini justru bisa menjadi potensi pendapatan bagi masyarakat yang mau menangkarkannya. Selama persoalan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat tidak terjawab, maka permintaan pasar akan Kakatua Putih pasti memicu perburuan liar,” kata Suryati.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga peneliti burung pemangsa, Dewi M Prawiradilaga, menjelaskan untuk bisa ditetapkan sebagai satwa dilindungi harus ada penelitian yang lebih baru untuk membuktikan keterancaman Kakatua Putih.
    “Penetapan Kakatua Putih sebagai satwa dilindungi bukan satu-satunya cara untuk menyelamatkan populasi Kakatua Putih. Dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat harus diperhitungkan sebelum menetapkan Kakatua Putih sebagai satwa dilindungi,” kata Dewi. Head of Communication & Institutional Development Burung Indonesia, Ria Saryanthi, menjelaskan Burung Indonesia merencanakan pencacahan populasi Kakatua Putih di Maluku Utara pada 2008. “Diharapkan, pada akhir 2008 kita sudah bisa memiliki data terbaru populasi Kakatua Putih,” kata Ria.

»»  READMORE...

Elang Jawa

Pada artikel kali ini kita akan membahas tentang salah satu jenis burung asli indonesia yang juga mulai langka di Indonesia yaitu elang jawa. Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Spizaetus bartelsi adalah salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.
Udah dulu ya artikel kali ini, semoga bermanfaat dan kunjungi terus blog kami. . .
Fighting.  . ! ! !
»»  READMORE...

Kanguru

    Kali ini kita akan membahas tentang satwa yang mulai punah yang banyak ditemukan di Sulawesi yaitu anoa. Tau nggak kalau anoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis).
Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya.
Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines. Anoa yang menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi tenggara ini lebih sulit ditemukan dibandingkan anoa pegunungan.
Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi). Panjang tubuhnya sekitar 150 cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk anoa dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah mencapai 300 kg.
Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) sering disebut juga sebagai Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa pegunungan disebut Bubalus quarlesi. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolismenya. Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari.
Anoa sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. Tanduk anoa digunakan untuk menyibak semak-semak atau menggali tanah Benjolan permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi, sedangkan pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan dalam upaya untuk melukai lawan. Ketika bersemangat, anoa pegunungan mengeluarkan suara “moo”.
Udah dulu artikelnya ya teman. . .
Kalau ada salah mohon dimaafkan. . .
Fighting. . ! ! !

»»  READMORE...

Anoa



    Kali ini kita akan membahas tentang satwa yang mulai punah yang banyak ditemukan di Sulawesi yaitu anoa. Tau nggak kalau anoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis).
Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.

    Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya.
Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines. Anoa yang menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi tenggara ini lebih sulit ditemukan dibandingkan anoa pegunungan.

    Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi). Panjang tubuhnya sekitar 150 cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk anoa dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah mencapai 300 kg.
    
    Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) sering disebut juga sebagai Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa pegunungan disebut Bubalus quarlesi. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolismenya. Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari.

    Anoa sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. Tanduk anoa digunakan untuk menyibak semak-semak atau menggali tanah Benjolan permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi, sedangkan pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan dalam upaya untuk melukai lawan. Ketika bersemangat, anoa pegunungan mengeluarkan suara “moo”.

Udah dulu artikelnya ya teman. . .
Kalau ada salah mohon dimaafkan. . .
Fighting. . ! ! !

»»  READMORE...

Jumat, 08 Oktober 2010

Badak Jawa Bisa Mengenali Cahaya Inframerah


Para aktivis organisasi lingkungan World Wildlife Fund (WWF) terkesima saat melihat rekaman seekor badak Jawa yang menyeruduk kamera video trap yang mereka pasang. Bagaimana tidak sebab tak ada lampu di sekitarnya dan kamera merekam aktivitas badak menggunakan cahaya inframerah.

Pada salah satu rekaman yang diambil antara Maret-April 2008 itu, terlihat dua ekor badak di Taman Nasional Ujung Kulon, masing-masing seekor induk dan anaknya. Saat terakam keduanya tampak diam beberapa detik. Kemudian, induk badak mendekat ke arah kamera dan dalam waktu singkat langsuhg menyeruduknya.

Kamera pun mati dan rekaman berakhir. Beruntung, kamera yang dilindungi bungkus berbahan plastik tebal tahan air tersebut tidak rusak dan hanya lecet. Saat para aktivias menemukannya beberapa hari kemudian, kamera tersebut tergeletak di atas tanah.

“Mungkin karena jaraknya sangat dekat sehingga badak dapat melihat cahaya inframerah,” ujar Adhi Rachmat Hariyadi, Site Manager WWF Indonesia di TN Ujung Kulon saat mengumumkan hasil rekaman video trap pertama kehidupan badak Jawa. Namun, sampai saat ini belum dapat dipastikan mengapa induk badak tersebut seperti tahu kalau sedang direkam.

Sebab, badak-badak lain yang juga terekam pada jarak yang relatif sama tidak tampak terganggu dengan kamera tersebut. Adhi mengatakan badak yang tengah menyusui anaknya mungkin lebih peka sehingga dapat mengenali gelombang cahaya inframerah.

Untuk memastikan hal tersebut membutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut. Badak Jawa termasuk hewan yang masih belum banyak diteliti. Hewan tersebut pemalu dan soliter sehingga bahkan sulit untuk ditemui langsung.

Mulai tahun ini WWF dan Taman Nasional Ujung Kulon akan fokus mempelajari lebih dalam perilaku badak Jawa, seperti saat berkubang, makan, ngasin atau mendatangi laut, dan perilaku seksualnya. Untuk itu, 4 kamera video trap akan dipasang di lokasi yang sering dikunjungi badak. Ke depan pengamatan juga akan dilakukan melalui rumah pohon dan perahu.

Menurut Profesor Hadi Alikodra, Deputi Direktur Program Spesies WWF, penelitian ilmiah untuk mengungkap peran badak Jawa terhadap manusia merupakan kunci pelestarian hewan langka tersebut. Selain manfaat ilmiah, badak Jawa juga potensial sebagai objek ekowisata khas Indonesia yang hasilnya dapat dirasakan langsung masyarakat di sekitar taman nasional.
Ujung Kulon merupakan benteng terakhir badak Jawa karena 90 persen populasi dunia ada di sana. Diperkirakan ada 50 hingga 60 ekor badak Jawa di TN Ujung Kulon dan hanya beberapa di Vietnam.
»»  READMORE...