Kamis, 14 Oktober 2010

Kakak Tua Putih

Hai hai hai,,,,, Kami datang lagiiiii,,,,,,,
Tapi sayangnya kita tetap masih membawa berita tidak mengenakkan. Okelah this is the newsss,,,,,,
    Maraknya perdagangan Burung Kakatua Putih (Cacatua alba) mengancam kelestarian burung endemik Provinsi Maluku Utara itu. Sejak tahun 2002, sedikitnya 3.300 ekor Kakatua Putih yang ditangkap dari habitat liarnya di Pulau Halmahera untuk diperdagangkan. Kakatua Putih diperdagangkan di sejumlah pasar burung di Jakarta, Surabaya, dan Filipina.
    Hal itu disampaikan Parrot Campaign Officer ProFauna Indonesia, R Tri Prayudhi, dalam Rapat Kerja Upaya Perlindungan Burung Kakatua Putih di Ternate, Selasa (8/4). “Selain terancam punah karena maraknya perdagangan satwa liar, Kakatua Putih juga terancam oleh degradasi hutan hutan. Baik pembukaan hutan untuk pertanian maupun kegiatan pertambangan,” kata Tri.
    Kakatua Putih adalah burung endemik, hanya ditemukan di Pulau Halmahera, Bacan, Ternate, Tidore, Kasiruta, dan Mandiole. Menurut Tri, pada 1980 luasan hutan di keenam pulau tersebut masih 90 persen dari luas daratannya.
    “Saat ini, luasan hutan tinggal 59 persen dari total luas daratan. Jumlah populasi total Kakatua Putih di keenam pulau itu pada tahun 1992 diperkirakan antara 42.545 – 183.129 ekor,” kata pak Tri.
Selain menjadi habitat Kakatua Putih, Maluku Utara juga menjadi habitat dari sejumlah burung paruh bengkok yang sebarannya terbatas. Burung paruh bengkok yang sebarannya terbatas dan memiliki habitat di Maluku Utara itu antara lain Nuri Kalung Ungu (Eos squamata), Bayan (Eclectus roratus), dan Kasturi Ternate (Lorius garulus).
    Perburuan untuk perdagangan Kakatua Putih, Nuri Kalung Ungu, Bayan, dan Kasturi Ternate paling marak terjadi di Kabupaten Halmahera Utara.
    “Di Tobelo, Halmahera Utara, terdapat penampung burung paruh bengkok yang ditangkap dengan jaring atau getah. Setelah ditangkap, Kakatua Putih biasanya dicuci dengan sabun detergen, sehingga bulunya benar-benar putih. Setelah itu diperdagangkan,” kata pak Tri.
    Dari investigasi perdagangan satwa liar ProFauna dan RSPCA pada tahun 2007, ditemukan 9.760 burung paruh bengkok yang diperdagangkan di Jakarta, Surabaya, dan Filiphina. “Di Jakarta, burung paruh bengkok diperdagangkan di Pasar Burung Pramuka, Pasar Burung Barito, dan Pasar Burung Jatinegara. Di Surabaya burung paruh bengkok diperdagangkan di Pasar Turi, Pasar Bratang, dan Pasar Kupang. Sekitar 4.000 burung paruh bengkok diperdagangkan ke Filipina, dibawa keluar Indonesia melalui Tobelo dan Sanger,” kata pak Tri lagi.
    Dari investasi yang sama, diketahui bahwa permintaan Kakatua Putih di sejumlah pasar burung di Jawa dan Bali semakin meningkat. “Pada tahun 2006, permintaan burung Kakatua Putih hanya mencapai 108 ekor. Tahun 2007, jumlah permintaan burung di pasar yang sama naik menjadi 120 ekor. Kuota penangkapan Kakatua Putih yang ditetapkan pemerintah tidak efektif, sementara permintaan pasar terus meningkat. Itu mengapa Kakatua Putih harus ditetapkan sebagai satwa dilindungi,” kata Tri lagi.
    Dekan Fakultas Pertanian Universitas Khairun Ternate, Ir Suryati Tjokrodiningrat MSi, berpendapat perburuan Kakatua Putih terjadi karena ada permintaan dari pasar. “Pemerintah pernah menetapkan kuota penangkapan 10 ekor indukan untuk penangkaran, akan tetapi perburuan tetap terjadi. Jika perburuan liar tetap terjadi, berarti penangkaran gagal.
    Jika burung itu bisa ditangkarkan oleh masyarakat, tentunya ini justru bisa menjadi potensi pendapatan bagi masyarakat yang mau menangkarkannya. Selama persoalan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat tidak terjawab, maka permintaan pasar akan Kakatua Putih pasti memicu perburuan liar,” kata Suryati.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga peneliti burung pemangsa, Dewi M Prawiradilaga, menjelaskan untuk bisa ditetapkan sebagai satwa dilindungi harus ada penelitian yang lebih baru untuk membuktikan keterancaman Kakatua Putih.
    “Penetapan Kakatua Putih sebagai satwa dilindungi bukan satu-satunya cara untuk menyelamatkan populasi Kakatua Putih. Dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat harus diperhitungkan sebelum menetapkan Kakatua Putih sebagai satwa dilindungi,” kata Dewi. Head of Communication & Institutional Development Burung Indonesia, Ria Saryanthi, menjelaskan Burung Indonesia merencanakan pencacahan populasi Kakatua Putih di Maluku Utara pada 2008. “Diharapkan, pada akhir 2008 kita sudah bisa memiliki data terbaru populasi Kakatua Putih,” kata Ria.

0 komentar:

Posting Komentar