Jumat, 08 Oktober 2010

Badak Jawa Bisa Mengenali Cahaya Inframerah


Para aktivis organisasi lingkungan World Wildlife Fund (WWF) terkesima saat melihat rekaman seekor badak Jawa yang menyeruduk kamera video trap yang mereka pasang. Bagaimana tidak sebab tak ada lampu di sekitarnya dan kamera merekam aktivitas badak menggunakan cahaya inframerah.

Pada salah satu rekaman yang diambil antara Maret-April 2008 itu, terlihat dua ekor badak di Taman Nasional Ujung Kulon, masing-masing seekor induk dan anaknya. Saat terakam keduanya tampak diam beberapa detik. Kemudian, induk badak mendekat ke arah kamera dan dalam waktu singkat langsuhg menyeruduknya.

Kamera pun mati dan rekaman berakhir. Beruntung, kamera yang dilindungi bungkus berbahan plastik tebal tahan air tersebut tidak rusak dan hanya lecet. Saat para aktivias menemukannya beberapa hari kemudian, kamera tersebut tergeletak di atas tanah.

“Mungkin karena jaraknya sangat dekat sehingga badak dapat melihat cahaya inframerah,” ujar Adhi Rachmat Hariyadi, Site Manager WWF Indonesia di TN Ujung Kulon saat mengumumkan hasil rekaman video trap pertama kehidupan badak Jawa. Namun, sampai saat ini belum dapat dipastikan mengapa induk badak tersebut seperti tahu kalau sedang direkam.

Sebab, badak-badak lain yang juga terekam pada jarak yang relatif sama tidak tampak terganggu dengan kamera tersebut. Adhi mengatakan badak yang tengah menyusui anaknya mungkin lebih peka sehingga dapat mengenali gelombang cahaya inframerah.

Untuk memastikan hal tersebut membutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut. Badak Jawa termasuk hewan yang masih belum banyak diteliti. Hewan tersebut pemalu dan soliter sehingga bahkan sulit untuk ditemui langsung.

Mulai tahun ini WWF dan Taman Nasional Ujung Kulon akan fokus mempelajari lebih dalam perilaku badak Jawa, seperti saat berkubang, makan, ngasin atau mendatangi laut, dan perilaku seksualnya. Untuk itu, 4 kamera video trap akan dipasang di lokasi yang sering dikunjungi badak. Ke depan pengamatan juga akan dilakukan melalui rumah pohon dan perahu.

Menurut Profesor Hadi Alikodra, Deputi Direktur Program Spesies WWF, penelitian ilmiah untuk mengungkap peran badak Jawa terhadap manusia merupakan kunci pelestarian hewan langka tersebut. Selain manfaat ilmiah, badak Jawa juga potensial sebagai objek ekowisata khas Indonesia yang hasilnya dapat dirasakan langsung masyarakat di sekitar taman nasional.
Ujung Kulon merupakan benteng terakhir badak Jawa karena 90 persen populasi dunia ada di sana. Diperkirakan ada 50 hingga 60 ekor badak Jawa di TN Ujung Kulon dan hanya beberapa di Vietnam.

0 komentar:

Posting Komentar